Dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan disebutkan bahwa hubungan kerja terjadi karena adanya perjanjian kerja antara pengusaha dan pekerja/buruh. Perjanjian kerja adalah perjanjian antara pekerja/buruh dengan pengusaha atau pemberi kerja yang memuat syarat-syarat kerja, hak, dan kewajiban para pihak. Perjanjian kerja ini merupakan suatu ikatan yang harus dipenuhi oleh Pekerja/Buruh dan Perusahaan tempatnya bekerja.
Pemberi kerja wajib mengetahui perbedaan antara perjanjian kerja yang seharusnya tertera pada PKWT/tidak tetap dan PKWTT/tetap. Sedangkan para pekerja wajib mengetahui hak dan kewajibannya sebagai pekerja, yang juga tertuang di dalam surat perjanjian. Surat perjanjian inilah yang kemudian akan dijadikan sebagai acuan dalam proses masa kerja dan status pekerja.
Selain perjanjian kerja, demi memelihara hubungan kerja yang baik dan harmonis antara pengusaha dan karyawan, Sebuah perusahaan juga membutuhkan Peraturan Perusahaan (PP) dan Perjanjian Kerja Bersama (PKB) yang Tercatat pada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan.
Ketiga hal tersebut penting untuk dipahami bagi setiap pihak terutama yang terkait dalam hubungan industrial agar tercipta hubungan kerja yang baik dan sehat.
Di dalam segala aktifitas pekerjaan sebuah perusahaan, sering kali muncul perselisihan yang terjadi antara pekerja dengan pimpinan perusahaan. Sebagai contoh masalah-masalah yang kerap menjadi isu adalah Isu jam kerja (lembur, pengaturan shift), absensi, kenaikan Jabatan, upah kerja, pemberhentian kerja dan masih banyak isu lainnya.
Untuk menyelesaikan berbagai masalah yang muncul, dibuatlah sebuah Pedoman khusus yang mengatur secara jelas mengenai hak dan kewajiban pekerja dan perusahaan yang lebih kita kenal dengan nama PK,PP dan Perjanjian Kerja Bersama (PKB).
Peraturan Perusahaan dan Perjanjian Kerja Bersama adalah instrument yang mengatur syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban serta tata tertib di suatu perusahaan yang merupakan penjabaran dari ketentuan dalam perjanjian kerja (Pasal 1 angka 20 dan Pasal 21 jo Pasal 1 angka 14 dan Pasal 54 ayat [2] UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan/”UU No. 13 Tahun 2003”).
Perbedaannya, PP dibuat sepihak oleh pengusaha dengan meminta dan memperhatikan saran dan pertimbangan dari wakil-wakil pekerja/buruh (pegawai), sedangkan PKB dibuat secara bersama-sama antara pengusaha (management) dengan serikat pekerja. Dengan kata lain, PKB merupakan hasil perundingan antara pengusaha dengan “para pegawai”.
Dengan demikian, syarat utama pembuatan (perundingan) PKB, harus telah terbentuk Serikat Pekerja yang memenuhi syarat dan mempunyai kewenangan untuk berunding menyusun PKB.
Sedangkan pembuatan PP hanya diwajibkan (secara tertulis) apabila Pengusaha/Perusahaan telah mempekerjakan sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) orang pegawai atau lebih.
Bilamana di perusahaan Saudara belum terbentuk serikat pekerja namun telah memenuhi syarat jumlah pegawai untuk wajib membuat PP, maka tentu saja setidak-tidaknya sudah harus ada PP yang disusun/dibuat oleh management dengan meminta saran dan pertimbangan dari wakil-wakil pegawai yang disahkan oleh Dinas Ketenagakerjaan (setempat) yang berwenang.
Dalam satu Perusahaan hanya boleh dibuat satu Peraturan Perusahaan yang berlaku bagi seluruh Karyawan yang bekerja pada perusahaan tersebut. Namun jika suatu perusahaan Perusahaan memiliki cabang, maka selain dibuat Peraturan Perusahaan induk yang berlaku bagi semua Karyawan baik di perusahaan pusat maupun perusahaan cabang. Maka Perusahaan Cabang juga dapat membuat Peraturan Perusahaan turunan yang berlaku khusus bagi Karyawan di Perusahaan Cabang tersebut sesuai dengan kondisi dan keadaan masing Perusahaan cabang tersebut. Peraturan perusahaan di cabang yang satu tidak dapat berlaku bagi karyawan di cabang yang lain.
Sedangkan terhadap perusahaan yang tergabung dalam satu grup, dan masing-masing Perusahaan merupakan badan hukum yang berdiri sendiri-sendiri, maka Peraturan Perusahaan harus dibuat oleh masing-masing Perusahaan itu sebagai badan hukum yang berdiri sendiri-sendiri, dan tidak dapat disatukan dalam satu peraturan perusahaan group.
Untuk Perusahaan yang terdapat Organisasi Korpri (Korps Pegawai Republik Indonesia). Organisasi ini tidak representatif untuk menjadi “mitra” management dalam Perundingan pembuatan PKB (lihat Pasal 44 ayat (2) UU No. 21/2000), karena pegawai di perusahaan bukan lagi murni Pegawai Negeri yang tunduk pada UU Kepegawaian (UU Nomor 8 Tahun 1974 jo UU No. 43 Tahun 1999). Lembaga BUMN/BUMD (Perusda) sudah tunduk pada Hukum Korporasi (corporate law) khususnya UU Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN dan UU Nomor 5 Tahun 1962 tentang Perusahaan Daerah dan Hukum Ketenagakerjaan (labour law) khususnya UU Nomor 13 Tahun 2003, Walaupun tidak menutup kemungkinan di suatu BUMN/BUMD dapat dibentuk Korpri dan dalam hal-hal tertentu seperti ketentuan khusus tentang Kepegawaian yang dituangkan dalam Surat Keputusan (SK) maupun Standard Operating Procedure (SOP) yang ditandatangani Direksi dan Komisaris Bahkan beberapa permasalahan terkait Kepegawaian (pernikahan, perceraian) juga merujuk pada ketentuan yang berlaku bagi PNS memang masih tunduk pada UU Kepegawaian.
Apa Manfaat PK,PP dan PKB Bagi PERUSAHAAN dan PEKERJA?
yaitu :
▪︎ Mempertegas dan memperjelas hak-hak dan kewajiban Pekerja dan Pengusaha;
▪︎ Memperteguh dan menciptakan hubungan industrial yang harmonis dalam perusahaan, setidaknya Meminimalisir konflik/perselisihan Hubungan Industrial;
▪︎ Peningkatan Produktivitas;
▪︎ Menetapkan syarat-syarat kerja yang Belum diatur dalam peraturan perundang-undangan atau merinci pelaksanaan peraturan perundang-undangan.
▪︎ Kuantitas dan kualitasnya dapat lebih baik dari peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Terima Kasih, Semoga Bermanfaat..
"MENCEGAH LEBIH BAIK DARI PADA MEMEDIASI"(ij).
Contoh permohonan :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar