Hubungan Industrial merupakan pola hubungan interaktif yang terbentuk di antara para pelaku proses produksi barang dan jasa pengusaha, pekerja/buruh dan pemerintah) dalam suatu hubungan kerja.
Dengan hubungan industrial yang dibangun, maka akan tercipta kondisi yang aman Harmonis ,Serasi, dan Sejalan antara pengusaha, pekerja, dan pemerintah. Selanjutnya, perusahaan juga dapat terus meningkatkan produktivitas dalam usahanya dan pihak lain akan mendapatkan kesejahteraan.
Pasal 103 UU Ketenagakerjaan mengatur bentuk-bentuk sarana hubungan industrial adalah:
1. Serikat Pekerja/Serikat Buruh (SP/SB) :
adalah yang dibentuk dari, oleh dan untuk pekerja/buruh baik di perusahaan maupun di luar perusahaan, yang bersifat bebas, terbuka, mandiri, demokratis dan bertanggung jawab untuk memperjuangkan, membela serta melindungi hak dan kepentingan pekerja/buruh serta meningkatkan kesejahteraan pekerja/buruh dan keluarganya.
2. Organisasi Pengusaha :
Sama halnya dengan pekerja, para pengusaha juga memiliki hak dan kebebasan untuk membentuk atau menjadi anggota organisasi atau asosiasi pengusaha. Asosiasi pengusaha sebagai organisasi atau perhimpunan wakil pimpinan perusahaan-perusahaan merupakan mitra kerja serikat pekerja dan Pemerintah dalam penanganan masalah-masalah ketenagakerjaan dan hubungan industri. Asosiasi pengusaha dapat dibentuk menurut sektor industri atau jenis usaha, mulai dari tingkat lokal sampai ke tingkat kabupaten, provinsi hingga tingkat pusat atau tingkat nasional.
3. Lembaga Kerjasama Bipartit :
adalah forum komunikasi dan konsultasi mengenai hal-hal yang berkaitan dengan hubungan industrial di satu perusahaan yang anggotanya terdiri dari pengusaha dan serikat pekerja/serikat buruh yang sudah terdaftar instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan atau tidak pekerja/buruh.
Setiap perusahaan yang mempekerjakan 50 (lima puluh) orang pekerja atau lebih wajib membentuk lembaga kerja sama bipartit.
4. Lembaga Kerja Sama Tripartit :
adalah forum komunikasi, konsultasi dan musyawarah tentang masalah ketenagakerjaan yang terdiri dari unsur organisasi pengusaha, serikat pekerja/serikat buruh dan pemerintah. Lembaga Kerja Sama Tripartit terdiri dari :
Lembaga Kerja sama Tripartit Nasional, Provinsi dan Kabupaten/Kota; dan
Lembaga Kerja Sama Tripartit Sektoral Nasional, Provinsi, dan Kabupaten/Kota.
5. Peraturan Perusahaan (PP) :
adalah peraturan yang dibuat secara tertulis oleh pengusaha yang memuat syarat-syarat kerja dan tata tertib perusahaan.
Syarat kerja : Hak dan Kewajiban pekerja atau pengusaha yang belum diatur di dalam peraturan perundang-undangan, ex : Mekanisme Pemberian Sp 1,2,3, kriteria PHK dg alasan Mendesak dll
Pengusaha yang Pekerja/buruh sedikitnya 10 (sepuluh) orang wajib membuat peraturan perusahaan.
6. Perjanjian Kerja Bersama (PKB) :
adalah perjanjian yang merupakan hasil perundingan antara serikat pekerja/serikat buruh atau beberapa serikat pekerja/serikat buruh yang tercatat pada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan dengan pengusaha, atau beberapa pengusaha atau perkumpulan pengusaha yang memuat syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban kedua belah pihak.
7. Peraturan Perundangan Ketenagakerjaan :
Peraturan-perundangan ketenagakerjaan pada dasarnya mencakup ketentuan sebelum bekerja, bekerja dan sebelum bekerja. Peraturan selama bekerja mencakup ketentuan jam kerja dan istirahat, pengupahan, perlindungan, pembayaran hasil industri dan lain-lain.
8. Perselisihan Hubungan Industrial :
Perselisihan hubungan industri diharapkan dapat diselesaikan melalui perundingan bipartit, Dalam hal perundingan bipartit gagal, maka penyelesaian dilakukan melalui mekanisme mediasi atau konsiliasi. Bila mediasi dan konsiliasi gagal, maka hubungan hubungan industrial dapat dimintakan untuk diselesaikan di Pengadilan Hubungan Industrial.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar